Pendakian Gunung Merbabu 3142 mdpl via Jalur Wekas

Pendakian Gunung Merbabu via Wekas



Puncak Kenteng Songo
Gunung Merbabu berasal dari kata “meru” yang berarti gunung  dan “babu” yang berarti wanita. Gunung Merbabu terlatak pada 4 kabupaten, yaitu Kabupaten  Magelang sebelah barat, Kabupaten Boyolali sebelah timur, Kabupaten Salatiga sebelah selatan, dan sebelah utara Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Gunung Merbabu memiliki 2 puncak tertinggi yaitu Puncak Syarif (3.119 mdpl) dan Puncak Kenteng Songo (3.142 mdpl). Untuk mendaki Gunung Merbabu ada 4 jalur populer yang sering di lewati oleh banyak pendaki yaitu :

1. Jalur Selo Boyolali
Desa Selo selain menjadi start pendaki Merbabu, juga terdapat base camp untuk pendakian Gunung merapi. Jalur ini adalah jalur yang paling direkomendasikan untuk pendaki pemula, karena tingkat kesulitan jalur ini adalah medium. Untuk waktu pendakian melewati jalur ini di tempuh dengan waktu naik sekitar 8,5 jam, dan turun 4-6 jam.

2. Jalur Kopeng Salatiga
Sebagai gambaran saja, jalur ini terkenal lebih sulit dan lebih ekstrim. Di jalur ini kita akan melewati jalan curam. Di jalur kopeng sendiri memiliki 2 jalur lagi yaitu Jalur Kopeng Thekelan dan Jalur Kopeng Cunthel. Kedua jalur tersebut akan bertemu di pemancar. Total perjalanan yang di tempuh sekitar 8 jam naik dan 5-6 jam untuk turun, dengan melewati 5 pos.

3. Jalur Suwanting Magelang
Jalur ini merupakan jalur yang paling pendek, hanya di butuhkan waktu sekitar 7 jam untuk sampai puncak, namun trek yang di lewati sangat terjal, trek ini tidak di sarankan untuk pendaki pemula, karena akan menguras tenaga dan berimbas pada kelelahan. 

4. Jalur Wekas Magelang/Salatiga
Jalur Pendakian ini termasuk jalur pendakian favorit pendaki, meskipun jalur ini agak terjal, namun di jalur ini akan banyak di jumpai mata air. Banyak pendaki yang mendaki di musim kemarau yang memilih jalur ini, alasannya pasti mata iar yang ada, karena bagi pendaki air adalah kebutuhan yang wajib. Jika kita mengandalkan air bawaan dari base camp tentu akan berat jika harus membawa banyak air. Untuk Waktu tempuh di jalur ini memerlukan waktu 8,5 jam untuk naik, dan 5-6 jam untuk turun.

Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya saat mendaki Gunung Merbabu satrt Base camp Wekas dan finis Base camp Selo. Pada pendakian kali ini saya mendaki Gunung Merbabu di temani dengan 2 orang teman. Kami mendaki di musim kemarau. Kami berangkat dari Jakarta Timur Pukuk 14:00 Wib dengan menaiki  Bus tujuan Solo. Kami turun di perempatan Salatiga  pukul 03:00 Wib. Kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Wekas dengan menggunakan Pick Up pengangkut sayur. Kami turun di Gapura Desa Wekas, dan di lanjutkan dengan berjalan kaki menuju base camp, karena pagi itu belum ada tukang ojek yang mangkal. Akhirnya setelah 15 menit berjalan kami melihat Masjid, dan kami memutuskan untuk beristirahat di Masjid sembari  menunggu waktu subuh datang. Setelah shalat  subuh kami melanjutkan perjalanan, tak lama kemudian ada mobil Avanza yang menawarkan jasa carterny untuk mengantar kami menuju base camp. Kami menanyakan terlebih dulu apakah base camp masih jauh ? Lalu dijelaskan bahwa base camp masih 1 jam lagi jika berjalan kaki. Lalu kami memutuskan untu naik mobil sampai base camp dengan biaya 10.000 per orang.

Setelah tiba di base camp , kami langsung mandi, ganti pakaian, sarapan dan bersiap-siap melakukan pendakian. Kami memeriksa kembali perlengkapan pendakian yang di butuhkan. Pukul 7:30 Wib kami berdoa bersama dan langsung melangkah untuk mendaki. Kami disuguhkan dengan pemandangan ladang warga yang sangat indah dan rapi, saat itu sedang musim tanam kentang, bawang merah, dan sayur-sayuran.



Setelah 30 menit berjalan, kami sempatkan untuk berfoto-foto, karena pemandangan disini cukup indah untuk di abadikan. Base camp Wekas sudah berada pada ketinggian hampir 1800 mdpl, sehingga pegunungan kecil di sekitar sudah terlihat jelas, saayang kalau tidak diabadikan. Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Pos 1.

Kami sampai di Pos 1 pukul 09:30 Wib. Kami memutuskan untuk beristirahat menikmati kopi di lereng gunung ini. Kami keluarkan kompor, nesting, gelas ,kopi sachet, dan air secukupnya. Menikmati kopi di suasana yang santai adalah idaman banyak orang, dan kami tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.  Kami sangat menikmati udara sejuk di bawah pohon-pohon besar, seakan semua masalah di Ibu kota lenyap seketika dan berganti perdamaian yang membuat otak fresh tanpa beban. Namun pendakian kali ini mendapat sedikit kendala, yaitu debu yang beterbangan dimana-mana, sehingga memaksa kami untuk mendaki dengan menggunakan masker. Debu ini adalah efek dari letusan Merapi di tahun 2012. Karena ini musim kering sehingga debu tersebut terbang ketika ada pendaki yang melintas di bantu dengan kencangnya angin di pegunungan.

Trek berdebu saat musim kemarau
Memang ada plus minus nya jika kita mendaki di musim kemarau, diantaranya untuk segi negatif adalah rawan kebakaran hutan, cuaca sangat terik di siang hari, trek berdebu, hutan terlihat gersang, jika malam hari udara sangat dingin, mata air susah, dan masih banyak masalah-masalah lain. Namun segi positifnya adalah pendakian 90% lancar, tidak ada gangguan hujan atau kabut, jarang terjadi badai, jarang terjadi longsor, Sukses melihat sunrise dan masih banyak lagi.

Kembali ke perjalanan kami, kami bergegas mengemas barang dan melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya. Langkah demi langkah kami tapak dengan semangat untuk mencapai puncak. Sesekali kami berhenti dan berfoto. Dari Pos 1 menuju Pos 2 jalanan mulai menanjak, namun masih di batas normal, karena tidak ada tanjakan ekstrim. Dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan menuju pos 2.

Di dalam perjalanan kami di susul oleh 2 anak kecil yang berjalan ke atas entah mau kemana tanpa pengawalan orang tuanya. Kami bertanya pada mereka “ adik-adik mau kemana ?”. Lalu adik-adik itu bercerita bahwa mereka penduduk situ dan naik gunung tersebut  untuk memberitahu pendaki jangan membuka saluran air (paralon). Karena paralon tersebut di fungsikan untuk sumber air warga untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk mengairi ladang mereka. Jika di buka oleh pendaki maka saluran air tersebut akan mati dan pasokan air warga terganggu. Kami sangat terkejut mendengar penjelasan dari kedua anak kecil tadi, seolah penjelasan ini keluar dari mulut orang dewasa. Sungguh kami sangat bangga melihat kedua anak kecil itu.

Kami melanjutkan perjalanan dengan terus melangkah menikmati tanjakan yang semakin menantang. Matahari semakin naik dan hawa panas kering berdebu terus menghiasi pendakian kami. Dengan perjuangan keras kami sampai di Pos 2 pukul 11:45 Wib. Kami memutuskan untuk makan siang, shalat, dan istirahat sejenak.

Tas ku bongkar, ku keluarkan peralatan masak dan sedikit logistik. Aku bersama temanku mulai memasak dengan menyalakan 2 kompor. Temanku masak nasi, aku menggoreng tempe, sementara satu temanku mengambil air di mata air yang tak jauh dari camp area. Nasi telah matang, tempe matang dan mie goreng pun telah siap santap. Kami makan dengan lahap dan sangat menikmati betapa nikmatnya makan saat pendakian. Karena apapun makanannya akan terasa enak dan sedap. Setelah makan kami bersantai terlebih dahulu ditemani segelas kopi. Waktu dzuhur telah datang dan kami bergegas sholat dzuhur.


Setelah Pos 2 Wekas
Setelah shalat kami berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Kami melanjutkan perjalanan dengan semangat tinggi. Yaa,, abis di isi tangki nya. haha. Kami melangkahkan kaki setapak demi setapak hingga kami sampai di sebuah pertigaan. Dimana jika kita ingin mengikuti jalur pendakian kita berjalan lurus, namun jika ingin mengambil jalur pintas kita harus belok kanan. Kami berdebat sementara untuk menentukan apakah mengambil jalur lurus atau kanan. Akhirnya kami memutuskan mengambil jalur kanan, yang mana jalur tersebut seperti bukan jalur pendakian, karena tertutup rumput atau alang-alang. Kami menduga ini adalah jalur warga saat mengecek pipa air, karena di pinggir jalur ada pipa air. Kami menyusuri jalur tersebut dan kami mengalami kesusahan, karena jalur tersebut betul-betul jalur terjal. Disebelah kiri tebing yang tertutup rumput, disebelah kanan jurang yang sangat dalam. Kami harus berhati-hati saat melangkahkan kaki karena jika salah langkah, nyawa kami yang jadi taruhannya.

Setelah berjalan selama 2 jam kami menjumpai kawah kecil di sebelah mata air. Kawah kecil ini hanya mengeluarkan air mendidih dengan beberapa titik uap dan tidak banyak mengeluarkan gas belerang atau sejenisnya. Kami melewatinya dan sedikit mengabadikan gambar dari kawah tersebut. Kami langsung menuju mata air dan mengambil air sesuai tempat air yang kami bawa. Kami juga minum sepuasnya untuk menghilangkan rasa haus dan menambah energi. Kami melanjutkan perjalanan dengan melewati alang-alang yang tinggi, bahkan alang-alangnya lebih tinggi dari kami. Setelah melewati alang-alang kami harus menaiki bukit dan memutari bukit yang diberi nama bukit kukusan. Kami pun melewatinya dengan susah payah dan setelah semuanya terlewati apa yang selanjutnya kami hadapi ??? Kami melihat tebing dihadapan kami, yang kira-kira tebing tersebut hampir 90 derajat kemiringannya. Kami sedikit kecewa dengan pilihan jalur ini, dan kami sempat memutuskan untuk balik ke jalur sebelumnya. Namun setelah memperhitungkan waktu, kami hanya punya waktu sekitar 1 jam dan setelah 1 jam tersebut kami harus mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda, karena jika tidak mendirikan tenda kami akan kedinginan dan bahkan parahnya lagi kaki dan tangan kami akan kram karena kondisi kami sudah sangat kelelahan. Mengapa itu terjadi, karena saat kami mendaki cuaca di atas gunung tersebut sedang ekstrim. Bahkan di malam sebelumnya suhu di sekitar puncak mencapai 8 derajat celcius. Perubahan suhu terjadi saat waktu maghrib tiba atau sekitar pukul 17:45 wib.


Pemandangan di Gunung Kukusan

Dengan kepercayaan diri tinggi kami mencoba mendaki tebing dengan sedikit pepohonan kecil tersebut. Langkah kami mulai berat, sedikit gemetar dan sudah tidak bertenaga. Kami tetap berusaha, setidaknya kami harus sampai di tempat yang agak rata, agar kami bisa mendirikan tenda. Ternyata bukan hanya kami yang melewati jalur terabasan ini, di belakang kami terlihat ada segerombolan orang. yang kira-kira berjumlah 6 orang. 

Mereka terlihat sangat kelelahan, itu terlihat dari muka mereka yang lesu dan tidak bergairah lagi. Kami terus berusaha mendaki tebing ini karena waktu yang tersisa tinggal 30 menit saja, dan udara dingin pun mulai terasa. Tangan mulai sulit digerakkan, dan jika di paksakan akan terasa sakit sedangkan kami belum memperoleh tempat yang  rata untuk berdiri tenda. Akhirnya dengan waktu kurang dari 5 menit kami menemukan tempat yang agak rata. Kami langsung membuka tenda dan mendirikannya, kami kesulitan dalam mendirikan tenda, karena tempat itu bukan tanah rata, tetapi tanah miring yang di penuhi rumput alang-alang. Namun dengan alasan darurat kami mencoba memaksakan tenda agar bisa berdiri. Tangan kami semakin dingin dan terasa sakit saat kami mendirikan tenda. 

Akhirnya tenda jadi, dan kami dengan cepat masuk kedalam tenda. Kami segera menghidupkan kompor dan merebus air, dengan tujuan air bisa menghangatkan tubuh kami. Karena kami harus terus menjaga suhu tubuh kami agar kram atau bahkan hipotermia tidak terjadi pada kami. Kami mencoba makan dan minum yang bisa menjaga kestabilan suhu tubuh seperti coklat, susu jahe, dan lain-lain.

Suhu tubuh sudah normal dan kami bisa bercanda bersama. Angin terdengar sangat kencang berhembus menerpa tenda kami. Seakan terdengar gemuruh suara hujan, tapi itu adalah suara angin. Kami tidak bisa bayangkan seperti apa dinginnya jika kami keluar tenda. Di dalam tenda aja dingin banget, padahal sudah pakai jaket tebal, sarung tangan, kaos kaki, terus pakai sleeping bag. Kami gak tahu berapa suhu pada malam itu. Tapi menurut aku itu adalah pendakian terdingin yang pernah aku rasakan.

Angin berhembus semakin kencang, gemuruh pun semakin tidak karuan. Terpaksa kompor kami hidupkan terus untuk menjaga suhu di dalam tenda. Kami pun tidak ada yang bisa tidur, hanya bisa berdoa agar selamat. Malam terus berlalu dan dingin semakin menjadi. Kami sudah melawannya dengan minum air panas, banyakin makan, tetapi tetap ajha dinginnya subhanallah. Jarum jam menunjukkan pukul 3 pagi, aku coba memberanikan diri untuk masak. Dengan tangan gemetar kunyalakan kompor dan masak.

Masak selesai dan ku bangunkan teman-temanku. Mereka belum mau bangun, masih dingin katanya. Terpaksa aku makan sendiri dan kusisakan buat temanku. Dan sedikit ku intip keluar tenda,pagi itu terlihat sangat cerah dan sunrise pun akan berhasil. Saya mempersiapkan diri menulis sedikit pesan di selembar kertas, entah ini ikut-ikut tren atau apa tapi itulah yang aku lakukan. 


Terlihat Gunung Sumbing, Gunung Sindoro,
dan Bukit Prau disebelah barat
Teman-temanku masih tidur pulas dan aku keluar tenda sendirian. Ternyata kami sudah berada di bawah puncak. Sekitar 5 menit lagi sampai puncak. Pantes saja semalem anginnya sangat kencang dan seakan tenda mau terbang. Aku pun berfoto-foto sesuka ku sampai teman-temanku bangun. Pukul 06:00 Wib temanku bangun dan mereka menghangatkan tubuh mereka dengan sarapan dan kopi pagi. Setelah itu kami berkemas menggulung tenda dan mengemasi barang-barang.

Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Puncak Kenteng Kenteng Songo atau Trianggulasi. Karena posisi kami sudah di bawah Puncak tersebut maka kami tidak ke Puncak Syarif, karena kalo ke puncak syarif harus balik ke bawah sekitar 30 menit. Kami berjalan dengan membawa tas di punggung dengan menenteng jirigen air. Kami sengaja membawa semua peralatan, karena kami akan turun lewat jalur selo. Kami menikmati setiap kedip mata dan setiap hirupan udara. Sungguh nikmat yang luar biasa dari sang pencipta. Pemandangan yang sangat menarik di tawarkan oleh Gunung Merbabu. Ini adalah pemandangan terbaik yang pernah aku lihat dari semua pendakian yang telah aku alami.


Disebelah utara terpampang Gunung Telomoyo, Gunung Andong, Gunung Ungaran dan Gunung Muria, disebelah barat terlihat  Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Bukit Prau, dan pegunungan kecil lainnya. Disebelah selatan ada Gunung Merapi yang terlihat jelas karena kedua gunung ini berdampingan. Disebelah timur terlihat Puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu. Dipuncak Kenteng Songo kita seakan berada di tengah-tengah Jawa Tengah. Kita juga bisa memandang keindahan kaki gunung merbabu.

Gunung Merbabu sangat favorit bagi pendaki kelas pemula ke menengah. Karena dibilang gampang tapi tracknya lumayan, namun dibilang susah juga gak begitu. Trek paling rame yaitu jalur selo, kemudian jalur wekas, dan disusul jalur yang lainnya.

Setelah kami foto-foto di Puncak Kenteng Songo dan puas dengan pemandangan yang ada, kami bergegas turun menuju sabana dua di jalur selo. Di jalur ini pun sama, treknya berdebu juga, bahkan lebih parah. Kami turun serasa naik sky. Karena bisa merosot di pasir. Sampai di sabana 2 kami istirahat sejenak, buka tenda lagi dan tidur siang.

Aku tidak bisa tidur, karena siang itu cuaca sangat terik dan di dalam tenda terasa panas. Akhirnya aku berkeliling dan foto pemandangan disekitar, yah menghabiskan memory yang tersisa. Menikmati pemandangan pegunungan itu serasa merefresh semua masalah dari kepala. Hanya senang dan senang yang dirasakan, bahkan capek pun tidak terasakan lagi.

Sekitar pukul 11:30 Wib kami berkemas kembali dan memutuskan untuk turun menuju base camp. Kami siap dan kami berdoa bersama karena pendakian telah sukses dan telah menjadi saksi keindahan alam dari gunung merbabu. Kami turun bersama rombongan lain yang juga turun melalui jalur ini. Pendakian kali ini rame sekali, karena dibarengi libur panjang. Namun banyak yang membuat kami ketawa, para pendaki terlihat cemong, bibir hitam akibat debu, kemudian pipi terlihat kasar dan berdebu. Haha kami sendiri pun seperti itu dan kami ketawa ketika melihat wajah kami melalui smartphone. 

Trek di jalur selo ini lumayan jauh, dan cukup melelahkan, namun untuk tanjakan tidak terlalu ekstrem. Hanya tanjakan menengah yang masih dianggap gampang bahkan oleh pendaki cewek. Kami di uji dengan trek yang panjang, kami harus berjalan 5 jam dari sabana 2 menuju base camp selo. Akhirnya kami sampai di base camp dan di sambut oleh penjual cilok.

Sambil istirahat kami menikmati cilok, sembari bercerita tentang jalur pendakian. Kami juga mengobrol dengan pendaki lain dan menanyakan asal mereka. Karena kami akan menuju ke Magelang kami harus mencari teman untuk bisa sewa mobil pick up. Akhirnya banyak juga yang menuju magelang, akhirnya kami menaiki pick up dengan ongkos 25.000 menuju Magelang. Dari Magelang kami menaiki bus menuju Semarang kemudian dari Semarang kami naik kereta menuju Jakarta.

Akhirnya pendakian ini berjalan lancar, dan kami sampai di Jakarta dengan selamat. Sungguh pengalaman pendakian yang luar biasa karena perjuangan yang sangat keras untuk bisa melakukan pendakian ini. Namun berita buruk menghampiri telinga kami. Pagi setelah kami sampai di Jakarta terlihat berita di Tv bahwa telah terjadi kebakaran hutan di Gunung Merbabu dan setidaknya kebakaran itu meluas dan belum bisa di padamkan, penyebab kebakaran tersebut adalah penduduk sekitar yang membakar sampah di ladang mereka. Kami langsung dag dig dug, antara sedih karena alam rusak dan sedikit lega karena kami sudah turun dari gunung tersebut.

Demikian ceritaku tentang pendakian Gunung Merbau, semoga bisa membantu anda yang ingin mendaki Gunung Merbabu. Share informasi ini jika menurut anda informasi ini bermanfaat dan membantu kerabat atau saudara anda. Kritik dan saran kami tunggu untuk kemajuan blog ini.

No comments: